Sunday, 10 September 2017

PEMILIHAN BAHASA MELAYU SEBAGAI BAHASA KEBANGSAAN

Pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan berasaskan beberapa faktor:
  • Pertama, bahasa Melayu mempunyai jumlah penutur yang terbesar di negara ini.
  • Kedua, bahasa Melayu merupakan bahasa yang bersifat pribumi bagi negara ini.
  • Ketiga, penggunaan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sudah sekian lama berjalan dan ini tidak akan menimbulkan masalah bagi komunikasi umum.
  • Keempat, bahasa Melayu telah lama menjadi bahasa pentadbiran di negeri Melayu.
Peranan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan juga alat perpaduan tidak disanggah oleh mana-mana pihak.

Ini antara faktor mengapa kita perlu menggunakan bahasa Melayu. Jangan sisihkan bahasa Malayu bahasa kebangsaan kita.

KESANTUNAN BAHASA VERBAL DAN BUKAN VERBAL

A. KOMUNIKASI VERBAL

Dalam ilmu komunikasi, yang dimaksud dengan komunikasi verbal tidak hanya lisan namun meliputi komunikasi lisan dan tertulis. Karena bahasa dapat disampaikan secara lisan atau tulisan maka komunikasi verbal didefinisikan sebagai komunikasi yang menggunakan bahasa lisan maupun tertulis. Dengan kata lain, dapat diungkap­kan bahwa komunikasi verbal merupakan proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan bahasa secara lisan atau tulisan. Sebagai contoh komunikasi verbal, antara lain:
  1. Menyampaikan sesuatu atau pesan kepada seseorang disertai kata-kata lisan/tulisan;
  2. Bertelepon kepada keluarga, teman,  sahabat, rekan kerja;
  3. Berbincang-bincang secara langsung.;
  4. Berdiskusi, berpidato;
  5. Berdiskusi, rapat, meeting, dan seminar;
  6. Membaca surat kabar, majalah, jurnal;
  7. Menggunakan komputer, maupun internet.
Dalam komunikasi lisan atau tulisan terdapat komunikasi sebagai pembicara atau penulis, dan komunikan sebagai pendengar atau pembaca. Melalui komunikasi lisan atau tuliasan seorang pembicara atau penulis tentu berharap apa yang disampaikannya dapat dipahami secara tepat oleh pendengar atau pernbaca sesuai dengan maksud pembicara atau penulis.

B. KOMUNIKASI NON VERBAL
Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling mendasar dalam komunikasi bisnis. Selain menggunakan kata-kata, ketika berkomunikasi digunakan pula gerakan-­gerakan tubuh atau lebih dikenal dengan bahasa isyarat atau body language. Berikut ini, pendapat beberapa ahli mengenai komunikasi nonverbal.
  1. Mc. Garry menyebutkan bahwa komunikasi nonverbal terbagi dalam tiga kategori, yaitu komunikasi yang diungkapkan melalui pa­kaian dan setiap kategori benda lainnya (the object language), semua bentuk komunikasi yang digantikan dengan gerak (gesture) yang disebutnya sebagai bahasa sinyal (sign language), dan komunikasi dengan tindakan atau gerakan tubuh (action language).
  2. Tubbs dan Carter mengelompok­kan komunikasi nonverbal sebagai berikut:
  • Gerakan tubuh (Body motion) atau kebiasa­an gerak (kinetic behavior), yaita jenis komunikasi yang diungkapkan melalui gerakan tubuh, postur, tangan, kaki, ekspresi wajah, garakan mata, dan tangkai lengan.
  • Karakteristik fisik (Physical characteristics), yaitu jenis komunikasi yang diungkapkan melalui bentuk fisik atau tubuh, daya tarik yang bersifat umum, tinggi badan, berat badan, dan warna kulit.
  • Kebiasaan menyentuh (Touching behavior), yaitu jenis komunikasi yahg berupa gerakan, seperti sentuhan, pukulan, tindakan memegang, dan lain-lain.
  • Paralinguistik (Para languages), yaitu bentuk komunikasi yang menunjukkan keadaan atau cara seseorang mengucap­kan ataa mengungkapkan sesuatu.
  • Proksemik (Proxemics), yaitu jenis komuni­kasi yang berkaitan dengan penggunaan ruang, personal, dan sosial.
  • Artifak (Artifact), yaitu bentuk komunikasi melalui cara memanipulasi objek kentak dengan seseorang, misalnya penggunaan parfum, pakaian, lipstik, dan lain-lain.
  • Faktor lingkungan (Environment factors), yaitu menyampaikan komunikasi dengan cara dekorasi ruang, lampu, dan lain-lain.
Beberapa contoh perilaku yang menunjukkan komunikasi nonverbal, berdasarkan kriteria di atas, yaitu:
  1. Menitikkan air mata sebagai tanda rasa haru;
  2. Menangis sebagai tanda kecewa, sedih, kesal, saking marahnya;
  3. Tersenyum, berjabat tangan, melambaikan tangan sebagai rasa senang, simpati, dan penghargaan;
  4. Membuang muka sebagai rasa tidak senang terhadap seseorang;
Pesan yang disampaikan dalam komunikasi nonverbal berbeda dengan komunikasi verbal. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi verbal biasanya berlangsung secara terencana dan tersusun dengan teratur, sedangkan komunikasi nonverbal terjadi secara spontan dan bersifat alami serta tidak pernah direncanakan terlebih dahalu. Sebagai contoh, ketika seseorang mengatakan “sebaiknya berkas laporan ini disimpan di dalam lemari!”, maka orang yang bersangkutan dengan sadar telah mempunyai tujuan tertentu. Berbeda halnya dalam komunikasi nonverbal, seseorang sering melakukannya dengan tidak sadar. Sebagai contoh, seseorang menggaruk-garuk kepala, padahal tidak gatal, hal ini berlangsung tidak sengaja atau bersifat otomatis (menggaruk-garuk kepala merupakan ekspresi ketidakpahaman atas sesuatu hal).
Beberapa keuntungan atau kebaikan komuni­kasi nonverbal, antara lain sebagai berikut :
  1. Mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap kebenaran pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa isyarat.
  2. Dapat mendeteksi kecurangan atau menegaskan kejujuran pembicara.
  3. Bersifat efisien, maksudnya antara komunikator dengan komunikan dapat saling memahami dengan cepat. Misal, ketika berlangsung rapat di kantor seorang pemimpin rapat memberikan isyarat kepada pembawa acara (dengan anggukan kepala) memberitahu bahwa acara rapat dapat dimulai.
Komunikasi nonverbal ditempat kerja mempunyai peranan yang sangat penting. Misal, seorang atasan yang mampu mengelola kesan yang dibuat dengan bahasa isyarat, karakteristik atau ekspresi wajah, suara, dan penampilan, berarti dia seorang atasan yang mampu berkomunikasi dengan baik. Seorang atasan harus mampu menyampaikan pesan-pesan bisnis atau pekerjaan kepada para bawahan dengan melihat, memperhitungkan situasi, waktu dan orang yang dituju.
Tidak hanya atasan, seorang bawahan pun harus mampu membaca pesan-pesan nonverbal yang disampaikan atasan, rekan kerja, pelanggaran atau kolega. pada saat berkomunikasi dengan para karyawan, kolega, rekan kerja, perhatikanlah secara teliti pesan-pesan yang disampaikan. Baik pesan yang disampaikan melalui komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal. Seorang karyawan yang terlihat lesu, murung, kurang bersemangat ketika bekerja merupakan contoh komunikasi nonverbal. Melihat karyawan seperti ini seorang pemimpin harus cepat tanggap menannyakan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi karyawannya. Sebaliknya, seorang karyawan yang melihat pemimpin dalam situasi yang tidak menyenangkan misal; mengerutkan dahi bermuka masam, mondar-mandir, hal ini biasanya merupakan tanda seorang sedang gelisah, bingung, dan kesal.

GAYA BAHASA

Gaya Bahasa


Pelabuhan Kebudayaan Peradaban Zaman
Gedung Akal Laut Bicara Manusia

Mutiara Pendeta Tasik Pujangga
Kota Kebenaran Penaung Kebebasan Ucapsuara
Dari Ruang Ini Bersinar Keagungan Pemikiran
Menghayati Teluk-liku Zaman Demi Zaman
Tanpa Prasangka Apa Tanpa Batas Benua

Kekal Bersama Angin Yang Mengusapi
Abadi Bersama Langit Yang Memayungi
Dikeramatkan Untuk Anda Menghirup Segala
Di Perpustakaan Tercinta Ini
 
1. Gaya bahasa dalam sajak Perpustakaan (Usman Awang)

metafora – perbandingan antara konkrit dan abstrak
Contoh : tasik pujangga
personafikasi –memberi unsur manusia atau benda hidup kepada benda bukan hidup.
Contoh : angin yg mengusapi
responsif - pengulangan di tengah baris.
Contoh : Rangkap 2 baris 4 dan 5 (zaman, tanpa)


2. Makna dan contoh paradoks dan hiperbola.

paradoks : pernyataan yang kelihatan bertentangan tetapi kenyataannya mengandungi kebenaran dengan pendapat umum yang realiti.Contoh : Dalam kesepian di tengah ramai.
hiperbola bahasa kiasan untuk menyatakan sesuatu secara berlebih-lebihan daripada maksud yang sebenarnya.
Contoh : Seribu lautan sanggup diharungi.

LARAS BAHASA

Laras bahasa;

i. Laras Bahasa Biasa
ii. Laras Bahasa Akademik
Ili. Laras Bahasa Sastera / Kreatif
iv. Laras Bahasa Agama
v. Laras Bahasa Sukan
vi. Laras Bahasa Sains
vii. Laras Bahasa Rencana
viii.Laras Bahasa Iklan / Perniagaan
ix. Laras Bahasa Media Massa
x. Laras Bahasa Undang-Undang
xi. Laras Bahasa Ekonomi

RAGAM AYAT

Merangkumi ayat aktif dan juga ayat pasif.

AYAT AKTIF
~Ayat yang mengutamakan subjek asal
~Mempunyai kerja berimbuhan awalan me-, mem-, men-, meng-, menge-

Contohnya:
1. Syahirah mengecat dinding biliknya
2. Encik Amir menjual kereta lamanya

AYAT PASIF
~Mengutamakan objek asal sebagai judul yang diterangkan
~Menggunakan imbuhan di-

Contohnya:
1. Dinding bilik itu dicat oleh Syahirah
2. Kereta lama dijual oleh Encik Amir

Pembahagian Jenis Ayat Pasif

(a) Dengan imbuhan di- (di-...kan, di-...i, diper-...kan, diper-...i)
Contohnya:
-Nasi itu dibeli oleh Siti
-Program kecemerlangan pelajar itu dirasmikan oleh Timbalan Ketua Eksekutif Kolej

(b) Imbuhan ter-
Contohnya:
-Roti itu termakan oleh emak
-Tiang jalan itu terlanggar oleh lori besar

(c) Imbuhan ke-
Contohnya:
-Semua pelajar yang berada dalam dewan kepanasan

(d) Imbuhan ber-
Contohnya:
-Lantai kelas itu sudah bersapu

(e)  Kata ganti nama diri pertama
Contohnya:
-Ayah saya temani ke bengkel

(f) Kata ganti nama diri kedua
Contohnya:
-Masalah itu perlu anda selesaikan

(g) Kata bantu pasif kena
Contohnya:
-Seluar itu kena jahit

SINTAKSIS

DEFINISI SINTAKSIS.

Jika ditinjau asal-usul perkataan sintaksis, kata ini berasal daripada perkataan Yunani, iaitu sun yang bererti 'dengan' dan tattein yang bererti 'menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk menjadi kelompok kata atau ayat'. Kata suntattein ini kemudian menjadi istilah syntaxis dalam bahasa Belanda, dan synta dalam bahasa Inggeris. 

Sintaksis ditakrifkan sebagai bidang ilmu bahasa yang mengkaji bentuk, struktur, binaan atau konstruksi ayat (Nik Safiah Karim et al., 1993;317). Bagi Abdullah Hassan (1980;164), sintaksis merupakan istilah untuk mengkaji pembentukan ayat, iaitu bagaimana morfem dan kata disusun menjadi klausa dan ayat merupakan unit terbesar. 

Contohnya :
Budak itu baru pulang dari sekolah. 

Daripada contoh, binaan tersebut ialah ayat. Ayat tersebut mengandungi satu klausa yang terdiri daripada subjek iaitu budak itu, dan predikatnya baru pulang dari sekolah. Dalam klausa tersebut pula mengandungi satuan yang disebut frasa, iaitu frasa budak itubaru pulang dari sekolah. Dengan kata lain, ayat tersebut terdiri daripada konstituen frasa dan konstituen klausa.

Daripada pelbagai definisi tersebut, dapat dirumuskan bahawa sintaksis sebagai kajian tentang bagaimana ayat-ayat dibentuk bermula dengan penyusunan perkataan untuk membentuk frasa, klausa, dan ayat. 

Dalam pembahasan sintaksis, yang dibincangkan ialah struktur frasa, klausa dan ayat. Hal ini bermakna bahawa satuan yang paling kecil dikaji dalam sintaksis ialah frasa manakala satuan yang paling besar ialah ayat.

Menurut Nik Safiah Karim (2008), sintaksis dapat ditakrifkan sebagai bidang ilmu bahasa yang mengkaji bentuk, struktur, dan binaan atau konstruksi ayat. Sintaksis juga dikenali sebagai kajian tentang hukum atau rumus tatabahasa yang mendasari kaedah penggabungan dan penyusunan perkataan atau kelompok perkataan untuk membentuk ayat dalam sesuatu bahasa.

  • Bidang ilmu bahasa yang mengkaji proses pembinaan ayat.
  • Melibatkan kajian tentang bentuk, struktur dan binaan ayat serta hukum atau rumus tatabahasa mengenai cara-cara penggabungan ayat.
  • Selain itu, kajian sintaksis juga melibatkan aspek perbezaan binaan ayat melalui jenis-jenis ayat dan ragam ayat. 


PEMBENTUKAN KATA

PROSES PEMBENTUKAN KATA DI ANTARA TATABAHASA DEWAN DENGAN LINGUISTIK AM.


1.0              PENGENALAN

Kata baru biasanya muncul dalam dalam suatu bahasa untuk mendukung konsep atau perkara yang baru timbul dalam masyarakat pengguna bahasa itu (Nik Safiah 1989: 239).

Apabila masyarakat berkembang, banyaklah konsep, benda, proses, keadaan atau kejadian baru yang memerlukan kata baru untuk mengungkapnya. Akmajian (1995; 24) turut menjelaskan bahawa kemasukan kata baru ini kerap kali berlaku apabila penutur mencipta kata baru untuk menamai objek yang tidak wujud sebelumnya yang terhasil daripada perubahan teknologi.

            Kata atau istilah dapat dibentuk melalui pelbagai proses seperti pengimbuhan, penambahan, analogi, akronim, peluasan makna, penterjemahan dan peminjaman (Amat Juhari 1985). Menurut Sager (1996), pembentukan kata dapat terdiri daripada penggabungan fonem atau morfem yang benar- benar baru. Malah, menurut Umar (1987), tidak ada pembentukan kata baru sama sekali jika pembentukan kata itu tidak dihubungkan dengan peminjaman atau penggunaan kata lama secara baru. Oleh itu, pembentukan kata biasanya bergantung pada unsur leksikal yang sedia ada. Kebergantungan pada unsur yang sedia ada ini terjadi apabila suatu bahasa itu tidak mempunyai ungkapan yang tepat untuk tujuan tertentu dan penutur biasanya menerima ungkapan sedia ada dan meluaskan maknanya. 

            Secara amnya, teori bahasa sesuatu bahasa ialah tatabahasa. Tatabahasa bahasa menjadi asas untuk penglahiran bahasa yang indah dan mudah difahami oleh penggunanya.  Oleh itu bahasa dapat diekplotasikan untuk mewujudkan gaya dan laras bahasa yang tersendiri.  Dengan itu, bahasa mestilah tepat, lengkap, tuntas, lugas dan mudah difahami serta mencerminkan kebolehan dalaman penutur jati yang ideal.

2.0       DEFINISI PEMBENTUKAN KATA

Nik Safiah Karim (2010), mendefinisikan perkataan ialah satu unit ujaran yang bebas dan mengandungi makna yang terdiri daripada satu atau gabungan beberapa bentuk bunyi bahasa. Perkataan dapat dibahagikan kepada empat jenis iaitu kata tunggal, kata terbitan, kata majmuk dan kata ganda. Pembentukan kata dapat dilihat dari segi unsur-unsur  yang membentuknya, yakni unsur-unsur yang bagaimana dan juga hubungan paradigmatik antara unsur-unsur berkenaan. Unsur-unsur yang mendirikan kata adalah morfem dan penelitian tentang gabungan morfem menjadi kata itulah yang dikenal sebagai morfologi.

3.0.      PERBANDINGAN

Dalam buku Tatabahasa Dewan Edisi Ketiga (2010), Nik Safiah Karim menyebut cara membentuk perkataan ini sebagai pembentukan katamanakala Abdullah Hassan di dalam Linguistik Am (2007), menyebutnya sebagai menerbitkan perkataan. Walaupun istilahnya berbeza tetapi membawa maksud yang sama iaitu tentang proses bagaimana cara membentuk perkataan dalam bahasa Melayu

Menurut Nik Safiah Karim (2010), bahasa Melayu mempunyai beberapa cara membentuk perkataannya iaitu:

i)        Bentuk kata tunggal.

ii)      Bentuk kata terbitan.

iii)    Bentuk kata majmuk

iv)    Bentuk kata ganda.

Mengikut buku Linguisti Am (2007),  pula Abdullah Hassan menyenaraikan tiga kaedah menerbitkan kata iaitu:

i)        Pengimbuhan.

ii)      Penggandaan

iii)    Pemajmukan

3.1       Bentuk Kata Tunggal

Menurut Nik Safiah Karim (2010), perkataan- perkataan dalam bahasa Melayu yang tidak menerima sebarang imbuhan atau tidak mengalami proses penggandaan dan perangkaian tergolong ke dalam jenis kata tunggal. Kata tunggal ini pula dibahagikan kepada beberapa jenis kata tunggal iaitu:

i)        Kata tunggal satu suku kata.

ii)      Kata tunggal dua suku kata 

iii)    Kata tunggal tiga suku kata.

iv)    Kata tunggal empat suku kata dan lebih.

Walaupun terdapat kata tunggal yang tidak pernah menerima apa-apa imbuhan seperti ini, itu, sini dan sana. Namun kebanyakan kata tunggal dalam bahasa Melayu mempunyai potensi untuk diperluas dan menjadi bentuk terbitan. Jika dilihat dari segi penyukuan kata, perkataan boleh mengandungi daripada satu suku kata atau beberapa suku kata. Sesuatu suku kata boleh terdiri daripada satu vokal sahaja atau vokal disertai satu konsonan atau satu vokal dengan beberapa konsonan. Konsonan- konsonan itu hadir di hadapan atau di belakang vokal atau serentak di hadapan dan di belakang. Ada konsonan yang boleh hadir secara bergugus (KK).

3.1.1    Kata tunggal satu suku kata.

Jumlah kata tunggal dengan satu suku kata dalam bahasa Melayu agak terhad. Ada antaranya merupakan pinjaman daripada bahasa asing terutamanya bahasa Arab dan bahasa Inggeris. Ada juga perkataan yang merupakan kependekan bagi perkataan dua suku kata atau lebih. Misalnya ku untuk aku dan tu untuk itu. Tetapi perkataan sedemikian tidak dianggap perkataan satu suku kata. 

3.1.2    Kata tunggal dua suku kata.

Sebahagian besar daripada perkataan dalam bahasa Melayu terdiri daripada dua suku kata. Antara pola kata tunggal dengan dua suku kata adalah seperti aku, aur, angka, indah, tua, kuih, guru, bakul, bangsa dan bintang.

3.1.3    Kata tunggal tiga suku kata

Jumlah kata tunggal dengan tiga suku kata agak kecil jika dibandingkan dengan kata tunggal dua suku kata. Namun begitu, pola- pola susunan konsonan- vokalnya  agak banyak. Kebanyakan perkataan tiga suku kata ini terdiri daripada kata- kata pinjaman. Contohnya, tuala, ziarah, idea, deria, azali, istana, sutera, jendela, akaun dan gelombang.

3.1.4    Kata tunggal empat suku kata dan lebih.

Terdapat sebilangan kecil kata tunggal yang terdiri daripada empat suku kata dan lebih. Kebanyakan perkataan ini ialah kata pinjaman. Antara contohnya ialah keluarga, bijaksana, mandalika, dinihari, kapitalis, universiti dan maharajalela. 

            Selain itu, kata akronim juga tergolong ke dalam jenis kata tunggal. Kata akronim boleh ditulis dengan cara:

i)        Gabungan beberapa huruf awal rangkai kata – ABIM

ii)      Gabungan suku kata dengan huruf awal atau dengan suku kata – Mara

iii)    Gabungan suku kata dengan suku kata – tabika

Daripada contoh- contoh di atas, jelas kelihatan bahawa cara pembentukan kata akronim sebagai satu proses pemendekan dan penggabungan untuk membentuk kata mempunyai potensi dalam bahasa Melayu. Tetapi, pembentukkannya agak longgar iaitu tidak berdasarkan prinsip yang jelas. Oleh itu, proses pembentukan ini tidak digalakkan sebagai satu kaedah pembentukan kata untuk membentuk perkataan baharu atau kata istilah dalam bahasa Melayu. Abdullah Hassan tidak menyatakan cara pembentukan kata melalui bentuk kata tunggal di dalam buku Linguistik Am.

3.2       Bentuk  Kata Terbitan / Pengimbuhan

Di dalan buku Tatabahasa Dewan (2010), Nik Safiah Karim menerangkan kata terbitan ialah bentuk perkataaan yang dihasilkan melalui proses pengimbuhan iaitu proses menggandingkan imbuhan pada kata dasar. Pengimbuhan ini melahirkan bentuk perkataan yang disebut kata terbitan. Imbuhan terdiri daripada morfem terikat sementara kata dasar ialah bentuk morfem bebas yang dapat menerima imbuhan. Hanya segelintir kata dasar merupakan morfem terikat yang disebut akar. Imbuhan ialah bentuk morfem yang tidak boleh hadir bersendirian dalam ayat iaitu harus diimbuhkan pada bentuk yang lain yang merupakan kata dasar. Berdasarkan kepada kedudukannya pada kata dasar, imbuhan dapat dibahagikan kepada empat jenis iaitu :

i)        Kata terbitan berawalan (hadir sebelum kata dasar).

-          Awalan kata nama.

-          Awalan kata kerja

-          Awalan kata adjektif

ii)      Kata terbitan berakhiran (hadir sesudah kata dasar).

-          Akhiran kata nama

-          Akhiran kata kerja

iii)    Kata terbitan berapitan (hadir secara mengapit kata dasar).

-          Apitan kata nama

-          Apitan kata kerja

-          Apitan kata adjektif

iv)    Kata terbitan bersisipan (hadir dicelah kata dasar).

-          Kata nama

-          Kata adjektif

-          Kata kerja

Manakala Abdullah Hassan (2007), menyebut kata terbitan sebagai pengimbuhan. Pengimbuhan ialah proses membentuk perkataan. Ia dilakukan dengan mencantumkan imbuhan kepada kata dasar. Kata dasar ialah perkataan major yang menerima imbuhan. Kata dasar juga boleh terdiri daripada morfem bebas atau terikat atau satu perkataan terbitan hasil daripada pengimbuhan, penggandaan dan pemajmukan. Imbuhan adalah morfem terikat iaitu morfem yang tidak dapat berlaku sendiri. Imbuhan mesti dicantumkan kepada kata dasar terlebih dahulu. Imbuhan terdiri daripada :

i)        Awalan (dicantumkan pada pangkal kata dasar)

ii)      Akhiran (dicantumkan pada akhir kata dasar)

iii)    Sisipan (disisip selepas konsonan pertama kata dasar)

iv)    Apitan (dicantum pada pangkal dan akhir kata dasar serentak)

Oleh itu, kita dapat melihat persamaan pendapat antara buku Tatabahasa Dewan dengan buku Linguistik Am dalam membentuk perkataan yang dihasilkan melalui proses pengimbuhan iaitu proses menggandingkan imbuhan pada kata dasar walaupun dari segi istilahnya berbeza kerana Nik Safiah menyebut kata terbitan manakala Abdullah Hassan menyebut pengimbuhan. Tetapi hakikatnya, proses yang berlaku adalah sama.

3.3       Bentuk Kata Majmuk / Pemajmukan

Menurut Tatabahasa Dewan (2010), proses pemajmukan adalah proses yang merangkaikan dua kata dasar atau lebih dan bentuk yang terhasil membawa makna yang khusus. Kata majmuk dieja terpisah dan bertindak sebagai satu unit iaitu bentuknya tidak boleh menerima sebarang penyisipan unsur lain. Misalnya, kerusi malas ialah kata majmuk kerana tidak dapat disisipkan unsur lain seperti ‘yang’. Sebaliknya pinggan mangkuk bukan kata majmuk kerana dapat diselitkan kata hubung ‘dan’. Berdasarkan jenisnya, kata majmuk dibahagikan kepada tiga kelompok iaitu:

i)        Kata majmuk yang terdiri daripada rangkaikata kata bebas.

ii)      Kata majmuk yang berbentuk istilah khusus.

iii)    Kata majmuk yang mendukung maksud kiasan.

Selain itu, terdapat sebilangan kecil bentuk kata majmuk yang penggunaannya sudah dianggap mantap sebagai satu perkataan yang utuh, walaupun bentuk kata tersebut ternyata mengandungi dua kata dasar. Perkataan yang demikian tetap dieja bercantum sebagai satu perkataan. Contohnya, antarabangsa.

Di samping itu, terdapat sejumlah perkataan yang bukan kata majmuk yang tergolong dalam golongan kata tertentu yang secara lazimnya dieja bercantum. Contohnya, peribadi, barangkali dan sukacita. Penggandaan kata majmuk melibatkan penggandaan unsure pertama sahaja. Contohnya, alat- alat tulis. Satu kecualian ialah penggandaan yang melibatkan bentuk yang telah mantap. Penggandaannya melibatkan keseluruhan unsur. Contohnya, warganegara- warganegara. Kata majmuk juga boleh menerima imbuhan untuk menghasilkan kata terbitan. Pengimbuhan kata majmuk terdapat dalam dua bentuk iaitu;

i)        Apabila kata majmuk menerima imbuhan yang merupakan awalan atau akhiran sahaja, ejaannya tetap terpisah. Contohnya, campur aduk  - bercampur aduk.

ii)      Apabila kata majmuk menerima imbuhan yang merupakan apitan, ejaannya menjadi bercantum. Contohnya, satu padu – menyatupadukan.

Dalam buku Linguistik Am pula, Abdullah Hassan menyebutnya pemajmukan. Kata majmuk ialah binaan perkataan yang lazimnya terdiri daripada dua kata. Setiap kata tersebut boleh terdiri daripada kata akar atau kata terbitan. Kata majmuk yang dihasilkan bertaraf sebagai perkataan. Ini bermakna kata majmuk tersebut mempunyai ciri- ciri kesatuan sebagai satu patah perkataan, mempunyai satu makna seperti satu perkataan dan mempunyai fungsi sebagai satu perkataan.

      Apabila kata- kata tersebut bergabung menurut hukum binaan sintaksis bahasa Melayu, iaitu diterangkan mendahului yang menerangkan, maka kita katakan binaan itu mematuhi hukum DM. Kata majmuk demikian dipanggil kata majmuk sintaktik. Contohnya ialah kaji cuaca dan sebar luas. Apabila kata majmuk itu bergabung dengan tidak menurut hukum DM, maka binaan kata majmuk demikian dipanggil kata majmuk bukan sintaktik. Contohnya ialah bumiputera dan mahasiswa. Kata bumi ialah penerang dan putera ialah inti yang diterangkan. Ini bermakna binaan ini menurut hukum MD iaitu yang menerangkan mendahului inti yang diterangkan.

Menurut Abdullah Hassan (2007), kata majmuk ialah binaan morfologi tetapi frasa ialah binaan sintaksis. Tiga ciri yang menunjukkan kata majmuk itu bukan frasa ialah:

i)        Kata majmuk mempunyai makna khas sebagai satu perkataan.

ii)      Kata majmuk mempunyai siri kesatuan sebagai satu kata.

iii)     Kata majmuk terdiri daripada satu kumpulan tertutup.

Penulisan kata majmuk dieja bergantung kepada kebiasaan. Ada yang dieja terpisah  contohnya kereta api. Ada juga kata majmuk yang dieja bergabung contohnya antarabangsa. Pandangan ini adalah sama dengan Nik Safiah kerana di dalam buku Tatabahasa Dewan terdapat 30 kata majmuk yang dieja sebagai satu perkataan. Selain itu, ada juga kata majmuk yang digandakan seluruhnya bagi menunjukkan bilangan yang banyak. Contohnya ialah kakitangan- kakitangan. Kata majmuk juga dipecahkan kepada kata nama majmuk, kata kerja majmuk, kata adjektif majmuk, kata adverba majmuk dan kata tugas majmuk.

3.4       Bentuk Kata Ganda / Penggandaan

Mengikut Nik Safiah, proses penggandaan dalam bahasa Melayu ialah proses yang menggandakan kata dasar. Dalam proses ini, kata dasar boleh mengalami penggandaan penuh, penggandaan separa dan penggandaan berentak iaitu berdasarkan rentak bunyi tertentu. Dalam bahasa Melayu terdapat tiga jenis penggandaan iaitu:

i)        Penggandaan penuh

ii)      Penggandaan separa

iii)    Penggandaan berentak

3.4.1  Penggandaan Penuh    

Penggandaan penuh ialah proses yang menggandakan keseluruhan kata dasar sama ada kata dasar itu mengandungi imbuhan ataupun tidak. 

i)        Penggandaan penuh kata tunggal – contohnya ialah ayat- ayat.

ii)      Penggandaan penuh kata berimbuhan.

-          Dengan awalan – contohnya ialah ketua- ketua.

-          Dengan akhiran – contohnya ialah ajaran- ajaran.

-          Dengan apitan – contohnya persatuan- persatuan.

3.4.2  Penggandaan separa

Penggandaan separa ialah proses yang menggandakan sebahagian kata dasar sahaja. Kata dasar boleh merupakan kata tunggal ataupun kata terbitan. 

i)        Penggandaan separa kata tunggal – contohnya ialah sesiku.

ii)      Penggandaan separa kata berimbuhan .

-          Dengan awalan kata kerja- contohnya ialah berlari- lari dan tolong- menolong.

-          Dengan awalan kata adjektif – contohnya ialah sepandai- pandai.

-          Dengan akhiran kata nama – contohnya ialah sayur- sayuran.

-          Dengan akhiran kata kerja – contohnya ialah doa- doakan.

-          Dengan akhiran kata adjektif – contohnya ialah rindu- rinduan.

-          Dengan apitan kata kerja – contohnya ialah bersalam- salaman, mendewa- dewakan, mengulang- ulangi dan dibayang- bayangi.

-          Dengan apitan kata adjektif – contohnya ialah kebodoh- bodohan.

3.4.3  Penggandaan berentak

Penggandaan berentak ialah proses yang menggandakan kata dasar mengikut rentak bunyi tertentu dalam kata dasar itu. Dalam penggandaan berentak, seluruh kata dasar digandakan dan bunyi- bunyi tertentu diulang atau diubah. Berdasarkan perubahan dan pengulangan bunyi- bunyi demikian, maka penggandaan berentak dibahagikan kepada tiga jenis iaitu:

i)        Penggandaan berentak pengulangan vokal.

ii)      Penggandaan berentak pengulangan konsonan.

iii)    Penggandaan berentak bebas.

Di dalam buku Linguistik Am (2007), Abdullah Hassan turut menyatakan proses penerbitan kata boleh berlaku melalui penggandaan manakala Nik Safiah menyebutnya sebagai bentuk kata ganda. Walaupun istilah berbeza tetapi ia membawa maksud yang sama. Pada pendapat Abdullah Hassan, penggandaan ialah proses menerbitkan perkataan dengan menggandakan kata dasar. Abdullah Hassan menyenaraikan empat jenis penggandaan menurut cara kata dasar digandakan iaitu:

i)        Gandaan penuh.

ii)      Gandaan separa.

iii)    Gandaan rentak

iv)    Gandaan bebas.

3.4.4  Gandaan Penuh.

Gandaan penuh boleh dilakukan pada kata akar dan kata terbitan daripada golongan kata nama, kata kerja dan kata adjektif.

i)        Kata Nama (membawa maksud banyak dan menyerupai). Contohnya:

-          meja- meja ( banyak meja).

-          Orang- orang (banyak orang atau lembaga orang bagi menakutkan burung di sawah)

ii)      Kata Kerja (membawa maksud perbuatan dilakukan berulang atau tidak serius). Contohnya:

-          Makan- makan (makan berterusan)

-          Main- main (main berterusan, tidak serius melakukan sesuatu)

iii)    Kata Adjektif ( membawa maksud sifat yang menyeluruh). Contohnya:

-          Putih- putih (putih belaka)

iv)    Kata Adverba (menerangkan bila dan jangka masa sesuatu perbuatan atau perihal keadaan berlaku). Contohnya:

-          Sampai- sampai (sebaik sahaja sampai)

v)      Kata Terbitan (menghasilkan perkataan kompleks). Contohnya:

-          Pemain- pemain (ramai pemain)

3.4.5  Gandaan Separa

Penggandaan separa adalah kelainan bentuk penggandaan penuh yang berlaku kepada kata nama tunggal. Seluruh kata tunggal boleh digandakan atau hanya suku kata pertama digandakan. Bunyi vokal dalam suku kata yang digandakan itu berubah menjadi e pepet. Kata ganda separa membawa maksud yang sama dengan kata ganda penuh. Contohnya:

i)        Kata Nama – laki            laki- laki         lelaki (jantan, ramai laki- laki)

ii)      Kata Kerja – tulis          tulis- tulis         tetulis ( menulis berkali- kali)

iii)    Kata Adjektif – sedap          sedap- sedap        sesedap (sedap belaka)

iv)    Kata Adverba – laju         laju- laju          lelaju (dengan laju)

3.4.6  Gandaan Rentak

Ada beberapa kata nama yang boleh menerima penggandaan rentak sama ada rentak suku kata atau berentak bunyi. Fungsi gramatis penggandaan rentak ialah menunjukkan banyak yang beraneka. Perubahan suku kata atau bunyi vokal memberi tambahan aneka kepada pengertian banyak yang sudah ada pada kata ganda tersebut. Terdapat tiga jenis penggandaan rentak iaitu :

i)        Rentak suku kata awal – bukit          bukit- bukau

ii)      Rentak suku kata akhir – lauk          lauk- pauk

iii)    Rentak bunyi vokal – suku           suku – sakat

3.4.7  Gandaan Bebas

Bentuk gandaan bebas mengandungi bentuk bebas. Bentuk kata dasar itu ada tetapi gandaannya hanya wujud dalam bentuk penggandaan sahaja. Fungsi gramatisnya juga menunjukkan banyak. Bilangan penggandaan begini tidak banyak. Contohnya  ialah:

- ipar        ipar- duai (ramai ipar)

            Rangkap kata berbeza daripada kata ganda. Dalam gandaan, ada kata dasar yang digandakan. Dalam rangkap kata, kedua- dua perkataan itu adalah perkataan lain sama sekali. Sebagai contoh cerdik pandai ialah rangkap kata. Bentuk perkataan pandai bukanlah pengganda kepada cerdik. Sebaliknya pandai ialah pasangan rangkap kepada cerdik. Oleh sebab itu, rangkap kata bukanlah kata bebas.

3.4.8  Kata Ganda dan Imbuhan

Perkataan berganda juga berlaku dengan imbuhan. Bagi kata nama, penggandaan mestilah berlaku di awal, di akhir atau mengapit kata dasar yang digandakan. Kata ganda nama boleh menerima imbuhan ber-, -an, me-…-kan dan di-…-kan. Contohnya:

i)        Dengan awalan- ber + hari- hari          berhari- hari

ii)      Dengan akhiran – ber + bunga- bunga         berbunga- bunga.

iii)    Dengan apitan – dikepal- kepalkan

iv)    Dengan awalan di tengah – rayu- merayu

4.0       RUMUSAN   

Kesimpulannya, menurut Nik Safiah Karim (2010), terdapat empat jenis pembentukan kata dalam bahasa Melayu iaitu kata tunggal, kata terbitan , kata majmuk dan kata ganda seperti yang terdapat di dalam buku Tatabahasa Dewan (2010). Manakala menurut Abdullah Hassan (2007),  pula terdapat tiga kaedah untuk menerbitkan perkataan dalam bahasa Melayu iaitu melalui pengimbuhan, penggandaan dan pemajmukan. Ini kerana di dalam buku Linguistik Am (2007), tidak ada cara menerbitkan perkataan melalui kaedah bentuk kata tunggal. Walaupun berbeza dari segi istilah tetapi kaedah pembentukannya adalah sama. 

Kaedah pembentukan perkataan seperti yang terdapat dalam bahasa Melayu ini berbeza daripada kaedah pembentukan atau mewujudkan perkataan-perkataannya melalui proses perubahan fonem (bunyi bahasa) dalam kata dasar itu sendiri dengan berdasarkan golongan  kata atau kasusnya.  

Proses pembentukan kata atau menerbitkan perkataan di antara kedua- dua buku ini hampir sama walaupun istilah yang digunakan berbeza. Contohnya, buku Tatabahasa Dewan (2010), menyebut kata terbitan manakala buku Linguistik Am (2007), menyebut perkataan pengimbuhan. Begitu juga dengan kata majmuk yang disebut sebagai pemajmukan manakala kata ganda disebut sebagai penggandaan di dalam buku Linguistik Am. 

            Selain jenis-jenis perkataan yang telah dinyatakan di atas, terdapat juga bentuk yang dihasilkan melalui proses penyingkatan kata yang menghasilkan kata tunggal jenis akronim. Menurut  Abdullah Hassan, ada tiga proses morfologi yang berlaku dalam bahasa Melayu iaitu pengimbuhan, penggandaan dan pemajmukan.  Proses ini dilakukan kepada bentuk dasar.  Dasar ini akan membentuk imbuhan apabila mengalami proses pemgimbuhan, bentuk yang digabungkan dengan bentuk perkataan lain akan menghasilkan proses pemajmukan. Begitu juga yang terjadi bagi proses penggandaan dan pengakroniman.  Ditegaskan bahawa bentuk dasar boleh terdiri daripada satu kata akar atau kata terbitan.  Kata terbitan ini pula terdiri daripada kata berimbuhan, kata ganda, kata majmuk dan kata akronim.

            Menurut Abdullah Hassan (2007), pengimbuhan ialah proses membentuk perkataan melalui proses imbuhan.  Ini dilakukan dengan mencantumkan imbuhan kepada kata dasar.  Imbuhan dalam bahasa Melayu mempunyai tiga fungsi iaitu membentuk kata terbitan, mengubah golongan kata dan mencipta perkataan baharu.  Pengimbuhan juga satu proses menerbitkan kata dengan memberikan atau mencantumkan imbuhan dengan kata dasar.  Melalui proses ini, akan terhasil kata terbitan.  Terdapat empat jenis imbuhan atau afiksasi dalam bahasa Melayu iaitu awalan ,akhiran, sisipan dan apitan. Abdullah Hassan menghuraikan pengimbuhan kata nama, kata kerja, kata adjektif dan kata adverba. Manakala Nik Safiah  hanya menghuraikan awalan kata nama, kata kerja dan kata adjektif. Selain itu, Nik Safiah membahagikan bentuk kata terbitan kepada empat iaitu kata terbitan awalan, kata terbitan akhiran, kata terbitan berapitan dan kata terbitan bersisipan. Abdullah Hassan pula membahagikan pengimbuhan kepada tiga sahaja iaitu imbuhan awalan, imbuhan akhiran dan imbuhan apitan.

            Walau bagaimanapun, dalam proses pembentukan kata melalui kata majmuk atau pemajmukan terdapat perbezaan dari segi huraian. Nik Safiah membahagikan bentuk kata majmuk kepada tiga iaitu kata majmuk yang terdiri daripada rangkaian kata, berbentuk istilah khusus dan yang mendukung maksud kiasan. Abdullah Hassan pula menghuraikan proses menerbitkan kata melalui pemajmukan dengan lebih terperinci dan membahagikannya kepada tiga iaitu kata majmuk yang mempunyai makna khusus, dari satu perkataan dan kumpulan kata majmuk tertutup. 

Untuk pembentukan kata melalui kata ganda atau penggandaan, di dalam buku Tatabahasa Dewan terdapat tiga jenis penggandaan iaitu penggandaan penuh, penggandaan separa dan penggandaan berentak. Manakala, di dalam buku Linguistik Am terdapat empat jenis penggandaan iaitu gandaan penuh, gandaan separa, gandaan rentak dan gandaan bebas. Huraian menerbitkan kata di dalam buku Linguistik Am adalah lebih terperinci.

            Oleh itu, dapatlah disimpulkan bahawa kedua- dua buku ini ada banyak perbezaan  pendapat dan huraian tentang pembentukan kata atau menerbitkan perkataan di dalam bahasa Melayu. Walau bagaimanapun, terdapat sedikit persamaan dalam sesetengah huraian dan penerangan untuk membentuk kata. Walau bagaimanapun, kedua- dua buku ini amat bermanfaat dan dapat membantu dalam mempelajari  proses pembentukan kata bahasa Melayu. Selain itu, kedua- dua buku ini amat menarik dan boleh dijadikan pegangan dalam mempelajari dan mendalami tatabahasa bahasa Melayu khususnya dalam bidang morfologi. 

SISTEM EJAAN DAN SEBUTAN BAKU BAHASA MELAYU

Sebutan Baku Bahasa Melayu


Matlamat Sebutan Baku Bahasa Melayu

Bahasa Melayu sekarang sudah berusia lebih 2000 tahun (Asmah,1999). Jika dilihat dari sudut usianya bahasa Melayu sudah boleh dikelaskan sebagai bahasa yang mantap dan kukuh. Ini boleh dilihat daripada peranannya sebagai bahasa rasmi bagi negara kita, alat komunikasi dalam urusan rasmi dan tidak rasmi. Peranan bahasa Melayu dalam bidang pendidikan pula tidak perlu dipertikaikan lagi, ia merupakan bahasa ilmu dan asas kepada perpaduan negara. Keyakinan negara dalam meletakkan bahasa Melayu sebagai bahasa ilmu adalah kerana bahasa ini sudah ada sistemnya yang tersendiri seperti ditulis oleh Rohizah Halim dan Sharifah Fazliyaton Shaik Ismail, 2008 bahawa:

”Bahasa Melayu adalah bahasa yang mempunyai struktur dan bersistem, dengan asas yang padu dan kukuh ini, bahasa Melayu jelas sekali telah diperlengkapkan sebagai bahasa intelek dengan wibawa yang kukuh ”.

Namun sebagai bahasa yang hidup  dan berkembang, bahasa Melayu khususnya bahasa Melayu baku menempuh banyak proses sejak zaman kesultanan Melayu lagi sehingga pada masa ini. Kini, bahasa Melayu baku menghadapi cabaran dan tekanan ekoran arus pemodenan dan globalisasi. Penggiat bahasa risau, pendidik bimbang apatah lagi pejuang bahasa yang melihat kian hari bahasa Melayu kian tersisih. Kegagalan meletakkan bahasa Melayu ditempat yang sewajarnya memberi kesan kepada perlaksanaan bahasa Melayu baku dengan jayanya.

Bahasa baku ialah bahasa standard, mempunyai struktur yang lengkap dan sempurna dari segi sistem ejaan, tatabahasa, dan kosa kata. Bahasa Melayu baku mempunyai keseragaman dalam empat sistem yang utama iaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Sebutan baku pula mencakup aspek fonologi sahaja. Menurut Awang Sariyan (2004), sebutan baku di Malaysia telah ditetapkan dalam Kongres Bahasa dan Persuratan Melayu Kali Ke-3 (1956) yang memutuskan bahawa sebutan baku ialah sebutan fonemik (berdasarkan ejaan) bukan berdasarkan kelaziman sebutan menurut dialek Riau-Johor. Pelaksanaan sebutan baku di institusi pendidikan khususnya sekolah berjalan serentak dengan KBSM (1988). Tujuan pembakuan bahasa Melayu adalah seperti yang berikut:

  1. Untuk mewujudkan satu variasi sebutan baku dalam bahasa Melayu yang dapat digunakan dalam situasi formal atau situasi rasmi.
  2. Untuk meningkatkan kecekapan berbahasa Melayu dalam kalangan pengguna bahasa.
  3. Untuk memantapkan sistem dan struktur dalaman bahasa Melayu, supaya sistem sebutannya menjadi mantap dan baku sejajar dengan pemantapan dan pembakuan tatabahasa, kosa kata (perbendaharaan kata umum dan istilah), sistem ejaan, dan laras bahasa.
  4. Secara khusus, untuk menyeragamkan cara berbahasa dan bertutur serta mengurangkan penggunaan pelbagai variasi dan gaya sebutan serta menghindarkan penggunaan dialek setempat di dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu di peringkat sekolah

Pelaksanaan Sebutan Baku Bahasa Melayu

Menurut Awang Sariyan (1988:6), ahli- ahli bahasa telah bersependapat tentang  dasar sebutan baku Bahasa Melayu iaitu sebutan bagi kata bahasa Melayu hendaklah berdasarkan sebutan fonemik atau sebutan berdasarkan ejaan. Perkara ini adalah bertepatan dengan keterangan K.L pike dalam bukunya Phonemics (1943:57) iaitu ”Kata-kata dieja sebagaimana diucapkan dan diucapkan sebagaimana dieja, dan tidak ada huruf yang senyap”.

Garis panduan dasar umum tentang sebutan baku bahasa Melayu adalah seperti berikut :

Sebutan Huruf: Pada umumnya, setiap huruf dalam ejaan Rumi atau Jawi perlulah  dilafazkan dengan jelas mengikut nilai bunyi bahasa Melayu yang dilambangkan.

Sebutan Kata: Sebutan kata hendaklah berdasarkan ejaan secara keseluruhan dan juga berdasarkan bentuk kata (pola pada suku kata) sama ada kata dasar atau kata terbitan.

Intonasi: Intonasi ialah nada suara yang turun naik atau tinggi rendah sewaktu bercakap dan hendaklah berdasarkan jenis dan bentuk ayat atau kalimat dalam Bahasa Melayu serta  keperihalan keadaan yang berkenaan.

Huruf dan fonem vokal ‘a’

Sebutan Baku

Vokal ‘a’ dilafazkan dengan [ a ] pada bahagian mana pun ia terletak sama ada terbuka, tertutup, di tengah atau di akhir kata.Ini bermakna vokal ‘a’ disebut seperti mana dieja dan dieja seperti mana dilafazkan.

Contoh:

Huruf Vokal
Fonem/ bunyi
Ejaan
Sebutan
a
[a]
saya
berapa
apa
[sa ya]
[be ra pa]
[a pa]


Fonem vokal yang dilambangkan dengan huruf ‘i’.

Mengikut sebutan baku fonem vokal ‘i’ perlu dibunyikan dengan [ i ], sama ada terletak pada suku kata akhir terbuka dan suku kata tertutup. Ini bermaksud vokal ‘i’ perlu dibunyikan  seperti mana dieja. Sebutan Johor-Riau bagi fonem vokal ‘i’ pada suku kata tertutup dibunyikan dengan [e].
Contoh:
Ejaan
Sebutan baku
Sebutan Johor Riau
Alih
Mukim
Hasil
[a lih]
[mu kim]
[ha sil]
[ a leh]
[mu kem]
[ha sil]

Fonem vokal yang dilambangkan dengan huruf ‘u’.

Mengikut sebutan baku fonem vokal ‘u’ perlu dibunyikan dengan [ u ], sama ada terletak pada suku kata akhir terbuka dan suku kata tertutup. Ini bermaksud vokal ‘u’ perlu dibunyikan seperti mana dieja. Sebutan Johor-Riau bagi fonem vokal ‘u’ pada suku kata tertutup dibunyikan dengan [o].
Contohnya:
Ejaan
Sebutan baku
Sebutan Johor-Riau
Betul
Lanun
tutup
[be tul]
[la nun]
[tu tup]
[ be tol]
[la non]
[tu top)

Penyebutan Kata Terbitan

Kata terbitan mengikut garis panduan dasar umum tentang sebutan baku Bahasa Melayu hendaklah dilafazkan berdasarkan pola ejaan KV , KV + KV , KVK , KVK + KVK.

Kata terbitan dengan imbuhan awalan

Ejaan
Sebutan baku
Sebutan Johor-Riau
Pengajar
Pengedar
Terasa
Berlari
terangkat
[pe nga jar]
[pe nge dar]
[te ra sa]
[ber la ri]
[ter ang kat]
[pe nga ja]
[pe nge da]
[te ra sé]
[ber la ri]
[ter ang kat]


Kata terbitan bahasa Arab, Indonesia dan Inggeris

Kata serapan Bahasa Arab , Indonesia dan Inggeris yang sudah sebati dengan bahasa Melayu dibunyikan seperti sebutan baku Bahasa Melayu.

Ejaan Standard
Sebutan baku
Sebutan Johor-Riau

i)    Bahasa Indonesia
Sama bunyi
Anda
Merdeka

Berbeza bunyi
Bangsa

ii)  Bahasa Arab

Sama bunyi
Fatwa
Takwa
Beza bunyi
Makna

iii) Bahasa Inggeris

Frasa
drama




[an da]
[mer de ka]


[bang sa]




[fat wa]
[tak wa]

[mak na]


[fra sa]
[dra ma]




[an da]
[mer de ka]


[bang sé]




[fat wa]
[tak wa]

[mak né]


[fra sa]
[dra ma]


 Intonasi dalam Bahasa Melayu

Intonasi ialah nada suara yang turun naik atau tinggi rendah sewaktu bercakap dan hendaklah berdasarkan jenis dan bentuk ayat atau kalimat dalam bahasa Melayu, sama ada ayat penyata biasa, ayat tanya, ayat perintah, ayat terbalik atau songsang atau ayat pasif dan seumpamanya. Intonasi bahasa Melayu dapat dikenali dan digayakan dengan empat tingkat nada yang biasa ditandai dengan angka 1, 2, 3 dan 4. Angka 1 menandai nada yang paling rendah dan angka 4 menandai nada yang paling tinggi. Nada 2 memulakan ujaran dan nada 3 merupakan nada tekanan. Intonasi bahasa Melayu mempunyai hubungan yang rapat dengan sintaksis, iaitu dapat membezakan jenis dan bentuk ayat. Intonasi wujud dalam bahasa Melayu bagi menandai dan memisahkan frasa yang pelbagai jenis dan bentuknya.
Ada beberapa fungsi intonasi. Antaranya:
  1. Fungsi emosional: Untuk menyatakan pelbagai makna sikap, seperti kegembiraan, kebosanan, kemarahan, kekejutan, keakraban, kekecualian, ketakutan dan ratusan sikap yang lain.
  2. Fungsi gramatis: Untuk menandakan kontras dari segi tatabahasa terhadap sesuatu ujaran, sama ada sesebuah klausa atau ayat itu berupa pertanyaan atau pernyataan, positif atau negatif dan seumpamanya.
  3. Fungsi struktur informasi: Untuk memberikan sesuatu yang baru berbanding dengan yang telah dimaklumi dalam makna sesebuah ujaran iaitu dengan menekankan kata yang membawa makna tersebut.
  4. Fungsi tekstual: Untuk membentuk nada dan gaya suara yang turun naik bagi wacana yang lebih luas seperti pembacaan teks berita yang membezakan satu berita dengan berita yang lain.
  5. Fungsi psikologi: Untuk membantu menggubah bahasa menjadi unit-unit ujaran yang mudah dilihat dan diingat, seperti belajar urutan nombor yang panjang atau ungkapan dalam ucapan.
  6. Fungsi ‘indexical’: Untuk menandai identiti seseorang, iaitu membantu mengenali seseorang sama ada tergolong dalam kumpulan sosial atau pekerjaan yang berbeza, seperti khatib, penjual ubat atau sarjan tentera.
Sebutan bagi Nama Khas

Nama orang di Malaysia atau di luar Malaysia dilafazkan menurut kebiasaan orang yang empunya nama atau kebiasaan setempat atau kebiasaan antarabangsa. Contohnya:

Ejaan
Sebutan
Muhammad Hatta
[mu.ham.mad hat.ta]
James Bond
[jéms bÕnd]
Nelson Mandela
[nẼl.sen man.dé.la]
Lim Keng Yaik
[lim kéng yék]
Boutros Boutros-Ghali
[but.ros but.ros gha.li]


Nama tempat di Malaysia atau di luar Malaysia dilafazkan menurut kebiasaan sebutan setempat atau kebiasaan antarabangsa. Contohnya:
Ejaan
Sebutan
Selangor Darul Ehsan
[se.la.ngor da.rul éh.san]
Bosnia-Herzegovina
[bos.nia her.ze.go.vi.na]
Pyongyang
[pyong.yang]
New Zealand
[niu zi.lẼnd]
Sunway Lagoon
[sun.wéi le.gun]


Nama Khas yang lain yang mengandungi atau tidak mengandungi nama orang atau nama tempat dilafazkan menurut sistem sebutan baku bahasa Melayu. Contohnya:

Ejaan
Sebutan
Bank Bumiputera
[baângk bu.mi.pu.te.ra]
Radio Televisyen Malaysia
[ra.dio té.lé.vi.syen me.lé.sia]
Universiti Teknologi Malaysia
[u.ni.ver.si.ti ték.no.lo.gi me.lé.sia]
Agensi Pengiklanan Multimedia
[a.gén.si pe.ngi.la.nan mul.ti.mé.dia] atau [a.gén.si peng. Öik.la.nan mul.ti.mé.dia]

Akronim atau singkatan yang terbentuk sebagai kata (dalam bahasa Melayu atau bukan bahasa Melayu) dilafazkan dengan dua cara iaitu (i) cara sebutan akronim menurut cara pemenggalan suku kata ejaan, atau (ii) cara sebutan ungkapan atau nama yang penuh. Contohnya:

Ejaan
Sebutan
Felda
[fél.da] atau (Federal Land Development Authority)
(Lembaga Kemajuan Tanah Persekutuan)
UNESCO
[yu.nés.ko] atau (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)
UMNO
[am.no] atau (United Malays National Organization) (Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu)
tadika
[ta.di.ka] atau (taman didikan kanak-kanak)
ADUN
[a.dun] atau (Ahli Dewan Undangan Negeri)
Plus
[plus] atau (Projek Lebuh Raya Utara-Selatan)

Akronim yang tidak berbentuk kata dan singkatan jenis inisialisme dalam ejaan Rumi dilafazkan dengan dua cara, iaitu (i) cara sebutan singkatan menurut bunyi huruf Rumi, atau (ii) cara sebutan ungkapan atau nama yang penuh. Contohnya:

Ejaan
Sebutan
DBP
[di.bi.pi] atau (Dewan Bahasa dan Pustaka)
TLDM
[ti.él.di.ém] atau (Tentera Laut Diraja Malaysia)
JKKK
[jé.ké.ké.ké] atau (Jawatankuasa Keselamatan dan Kemajuan Kampung)
RTM
[ar.ti.ém] atau (Radio Televisyen Malaysia)
PLO
[pi.él.o] atau (Palestinian Liberation Organization)
(Pertubuhan Pembebasan Palestin)